Minggu, 11 Januari 2009

“Dua Penggal Tembang Cinta Dari Jogja Untuk Aceh”


Berkesenian apapun bentuknya tidaklah mengenal batas greografis. Berproses kesenian baik musik, lukis teater atau yang lainnya selalu ingin mencari ruang untuk berekspresi dan berbagi sebagai sarana komunikasi dengan masyarakatnya. Sebagai salah bentuk seni teaterpun terus mencoba eksis di tengah segala tantangan dan kondisi jaman. Lewat panggung teater ingin menghidupkan kembali lingkungan, masyarakat, bahkan negara atas depresi dan krisis sosial seperti yang terjadi saat ini. Teater ingin mengangkat kembali sisi-sisi kemanusiaan dari segala kekerasan, politik, cinta dan kecemburuan yang mencoba diejawantahkan lewat sisi estetik ini. Melalui proses-proses ini akhirnya teater bukan lah pertunjukan tanpa isi tapi bisa menjadi sebagai sebuah terapi.
Teater juga sebagai jalan yang bukan hanya menyampaikan ide-ide tanpa solusi, tapi ia juga refleksitas segala masalah. Mencari jalan keluar dan memberikan semangat kekreatifan pada masyarakat meski berbeda wilayah secara geografis. Hal ini yang kemudian terbukanya kerjasama antar komunitas dari berbagai daerah untuk memperkaya pengalaman proses kreatifitas dan kemasyarakatan. Di sisi lain juga menjadikan komunitas kesenian baik teater ataupun yang lainnya mampu berkembang di daerah manapun dan bertukar khazanah.
Sebagai jawaban atas manifestasi dan refleksi tersebut Sanggar Nuun Yogyakarta bekerjasama dengan Komunitas Tikar Pandan Aceh dan Teater Rongsokan IAIN Ar-Raniry Banda Aceh akan melaksanakan lawatan kesenian keliling Aceh. Dengan mengeksplorasi lewat gerak, bahasa dan cinta dalam bentuk pementasan dari dua buah naskah cinta “Perkawinan Perak” dan “Sepasang Mata Indah”. Pementasan tersebut mengambil tema “Dua Penggal Tembang Cinta Dari Jogja Untuk Aceh”. Dalam produksi ini sanggar Nuun bukan hanya melakukan pementasan semata tetapi juga rihlah budaya dalam berbagai bentuknya.
Pementasan ini pun dikemas dalam "Tiga Patah Indah", sebuah rangkaian pemantasan dari Sabang, Banda Aceh serta Takengon 19-24 desember 2008, apresiasi luar biasapun diberikan masyarakat Aceh.
Sebagai sebuah proses, pengalaman pementasan di Aceh memberikan semangat dan spirit luar biasa bukan hanya bagi teman-teman yang berangkat ke Aceh, namun keluarga besar Sanggar Nuun Khususnya, terlebih proses ke Aceh bersamaan dengan proses latihan Study pentas peserta Kemah Seni Sanggar Nuun 2008 dan proses Saudara Toni Kartiwa, Wahyudin dan Wahyu N serta Saudari Ida dalam rangkaian "Tiga Patah Indah" di Aceh, dirasakan sebagai sebuah motivasi semangat bagi calon penghuni perahu Nuun saat ini(peserta Kemah Seni 2008).

1 komentar:

Anonim mengatakan...

salut, mungkin juga sinar yang mnyelimuti ketidakpercayaan diri dari sebuah "kecarutmarutan" kondisi Sanggar Nuun, terlebih kondisi kampus yang semakin menampar apa arti sebuah "proses" berkesenian dan berkebudayaan, tak jauhlah, Institusi kampus sendiri sudah dan masih berlangsung pada erosi dari tempat dan sejarahnya sendiri.