Minggu, 11 Januari 2009

STUDY PENTAS PESERTA KEMAH SENI SANGGAR NUUN 2008

Study pentas adalah bentuk pertunjukan yang dikemas secara sederhana dan bertanggung jawab dalam estetiknya. Bentuknya lebih kepada teater, karena di dalam teater terdapat banyak hal seperti sastra dalam bentuk naskah, aktor, musik, setting, laighting, kostum, maku-up, dan lain sebagainya terutama pada keaktorannya. Dengan adanya setudy pentas anggota baru Sanggar Nuun bisa mengenal panggung juga sekaligus pentas dan bisa menyikapi reaksi penonton serta menyampaikan pesan sehingga setelahnya akan menjadi hal terbiasa dan menguasai.
Study pentas tidak semudah apa yang kita kira tetapi juga tidak serumit apa yang kita pikirkan bila kita lakukan dan kerjakan. Latihan dan latihan adalah syarat utama bagi anggota Sanggar Nuun karena pentas itu bukanlah puncak dari segalanya. Tentunya juga dengan keseriusan dan keihklasan kita semua.
Dalam latihan untuk study pentas membutuhkan minimal 1 – 1,5 bulan dan belum seberapa jika dibanding dengan pentas produksi yang memerlukan waktu latihan minimal 3-4 bulan.

Sandiwara Sumpah & Tipu Daya

Kali ini panitia membagi dua kelompok dengan dua naskah dan masing-masing kelompok terdiri dari 11-13 orang. Naskah pertama berjudul “Bul Diapusi” yang ditulis oleh Theo Sunu Widodo dan disutradarai Mukhosis Nur. Dalam naskah ini menceritakan bagaimana pentingnya menanggapi “nguri-uri kabudayan” yang beberapa waktu ini sering menjadi selogan masyarakat. Namun demikian para pemain dunia “rahasia” berbondong-bondong memanfaatkanya untuk meraih keuntungan sebanyak-banyaknya. Karena pelestari budaya (tradisi) cenderung masyarakat yang udik, lugu dan mudah dimanfaatkan. Langen mandra wanara adalah salah satu kelompok yang dijadikan lahan oleh si Tan Kie Boel, namun di balik peristiwa “Bul Diapusi” ada satu rencana yang telah digariskan. (?)
Kemudian naskah kedua berjudul “Sampah Waktu Sumpah Batu” menceritakan raja yang senang berpetualang, suatu kali menyamar sebagai rakyat jelata, menilik sejauh mana rakyatnya menikmati pemerintahanya. Dia lantas menyadari, pemerintahanya berlangsung timpang dan kejam. Dia ingin memperbaiki keadaan itu dengan mengorbankan dirinya, bersekongkol dengan kawanan perampok, ikut menciptakan kejahatan dimana-mana, agar rakyatnya bangkit melawan dirinya. Sampai akhirnya ada intrik di tubuh istana yang digerakan senopati, yang menbuat segala rencananya terpaksa harus diganti. Naskah tersebut di tulis oleh muhammad tri muda’i. disutradarai oleh Abda Rifqi Rizzal.
Kedua naskah ini ketika ditarik sebuah benang merah adalah drama tentang penghianatan dan tipu daya. dengan sekitar 23 orang yang tersisa dari peserta KEMAH SENI 2008, proses latihan pun masih menampakkan geliat semangat dari para pemain.

Lebih lanjut datang dalam pementasannya pada bulan Januari 2009.
Latihan kali ini mungkin memiliki ciri yang berbada dari generasi sebelumnya karena setiap generasi memiliki ciri tersendiri asalkan tidak lepas dari garis-garis yang telah disepakati bersama. Proses demi proses dilewati bersama semangat berkreatifitas adalah modal utama untuk memberikan cerita pada dunia.

Selamat bagi anggota baru Sanggar Nuun, jangan berhenti teruslah berkreatifitas dalam menyusuri kata dan siap selalu melawan hantaman gelombang.

“Dua Penggal Tembang Cinta Dari Jogja Untuk Aceh”


Berkesenian apapun bentuknya tidaklah mengenal batas greografis. Berproses kesenian baik musik, lukis teater atau yang lainnya selalu ingin mencari ruang untuk berekspresi dan berbagi sebagai sarana komunikasi dengan masyarakatnya. Sebagai salah bentuk seni teaterpun terus mencoba eksis di tengah segala tantangan dan kondisi jaman. Lewat panggung teater ingin menghidupkan kembali lingkungan, masyarakat, bahkan negara atas depresi dan krisis sosial seperti yang terjadi saat ini. Teater ingin mengangkat kembali sisi-sisi kemanusiaan dari segala kekerasan, politik, cinta dan kecemburuan yang mencoba diejawantahkan lewat sisi estetik ini. Melalui proses-proses ini akhirnya teater bukan lah pertunjukan tanpa isi tapi bisa menjadi sebagai sebuah terapi.
Teater juga sebagai jalan yang bukan hanya menyampaikan ide-ide tanpa solusi, tapi ia juga refleksitas segala masalah. Mencari jalan keluar dan memberikan semangat kekreatifan pada masyarakat meski berbeda wilayah secara geografis. Hal ini yang kemudian terbukanya kerjasama antar komunitas dari berbagai daerah untuk memperkaya pengalaman proses kreatifitas dan kemasyarakatan. Di sisi lain juga menjadikan komunitas kesenian baik teater ataupun yang lainnya mampu berkembang di daerah manapun dan bertukar khazanah.
Sebagai jawaban atas manifestasi dan refleksi tersebut Sanggar Nuun Yogyakarta bekerjasama dengan Komunitas Tikar Pandan Aceh dan Teater Rongsokan IAIN Ar-Raniry Banda Aceh akan melaksanakan lawatan kesenian keliling Aceh. Dengan mengeksplorasi lewat gerak, bahasa dan cinta dalam bentuk pementasan dari dua buah naskah cinta “Perkawinan Perak” dan “Sepasang Mata Indah”. Pementasan tersebut mengambil tema “Dua Penggal Tembang Cinta Dari Jogja Untuk Aceh”. Dalam produksi ini sanggar Nuun bukan hanya melakukan pementasan semata tetapi juga rihlah budaya dalam berbagai bentuknya.
Pementasan ini pun dikemas dalam "Tiga Patah Indah", sebuah rangkaian pemantasan dari Sabang, Banda Aceh serta Takengon 19-24 desember 2008, apresiasi luar biasapun diberikan masyarakat Aceh.
Sebagai sebuah proses, pengalaman pementasan di Aceh memberikan semangat dan spirit luar biasa bukan hanya bagi teman-teman yang berangkat ke Aceh, namun keluarga besar Sanggar Nuun Khususnya, terlebih proses ke Aceh bersamaan dengan proses latihan Study pentas peserta Kemah Seni Sanggar Nuun 2008 dan proses Saudara Toni Kartiwa, Wahyudin dan Wahyu N serta Saudari Ida dalam rangkaian "Tiga Patah Indah" di Aceh, dirasakan sebagai sebuah motivasi semangat bagi calon penghuni perahu Nuun saat ini(peserta Kemah Seni 2008).

Kelas Pendalaman Pasca Kemah Seni

Kemah Seni pun usai dan 37 peserta kemah seni mulai menjalani proses di Sanggar, sebagai rangkaian awal, merekapun melakukan Observasi pada acara wisuda di Kampus, kemudian dilanjutkan dengan mengikuti kelas-kelas pendalaman materi sebagai kelanjutan dari Kemah Seni Sanggar Nuun, kelas pendalaman ini diadakan seminggu tiga kali (Selasa, Jum’at, Sabtu) dari tanggal 18 November hingga 6 Desember 2008 dengan beragam materi latihan yang beberapa di isi oleh teman-teman Sanggar sendiri, materi pada kelas pendalaman tersebut meliputi sastra di dampingi saudara Udin, teater oleh Bung Toni, artistik, Make-up, Kostum, Setting dan lighting oleh Wahyu Widayat Narko, Noval dan Mas Sahlan, olah tubuh dan olah vocal bersama Bung Ta’in, latihan musik di dampingi M. Faqih dan Umam, hingga latihan pantomim yang mendatangkan langsung ahli pantomim jogja Mas Reza.
Kelas tambahan ini adalah untuk melanjutkan dari apa yang telah di pelajari sebelumnya dalam kemah Seni dan kelas tambahan ini lebih pada prakteknya dari materi-materi kemah seni, sehingga peserta bisa langsung berfikir, berimajinasi dan sekaligus merasakan apa yang telahmereka inginkan. Dalam setting panggung contohnya, anggota baru di bagi menjadi empat kelompok dan setiap kelompok membuat setting sederhana sesuai dengan ide dari masing-masing kelompok. Setelah jadi sebuah panggung, setiap kelompok akan dievaluasi satu persatu sehingga menghasilkan kesepakatan bersama.
Selain sebagai pedalaman materi, latihan selama 9 kali pertemuan tersebut juga sebagai ukuran untuk melihat intensitas dan kesungguhan, keseriusan peserta kemah seni untuk berproses di Sanggar, sebelum mereka memasuki latihan panjang untuk Study Pentas (rencananya Januari 2009) dan memang betul dari sekitar 37 peserta, kelas-kelas pendalam hanya diikuti 20-an orang setiap pertemuan, namun hal yang lebih menarik untuk dilihat adalah keakraban dan ikatan emosional yang mulai terbentuk diantara mereka. Bahkan sesekali waktu kontrakan Sanggar di Gowok pun penuh sesak oleh riuh ramai teman-teman peserta kemah seni yang berkumpul sesama mereka menghabiskan malam di kontrakan Sanggar Nuun.
Saat tulisan ini di buat kelas pendalaman materi tinggal menyisakan 2 kali pertemuan yakni latihan musik ilustrasi bareng Mas Mamiek dan penyutradaraan yang diisi oleh Mas Salim. Nah setelah kelas pendalaman ini berakhir maka dilakukan penjadwalan ulang untuk latihan study pentas dengan intensitas yang lebih ketat bisa saja seminggu 6 kali bahkan rutin setiap hari.
Sebuah optimisme akan laju Bahtera Nuun, dimana peserta kemah seni kali ini lahir dari sebuah tantangan besar tentang kondisi carut-marut Kampus dewasa ini, sebuah usaha kita untuk tetap mampu Menysuri Kata, Melawan Hantaman Gelombang.